Thursday 15 March 2012

Sekolah Berbahaya-Maltreatment dalam Pendidikan


Oleh : Akhmad Sudrajat*)) 
Dalam bukunya yang berjudul “DangerousSchool”, Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook (1999) memaparkan tentang sekolah berbahaya. Buku tersebut ditulis berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatannya dalam menjalankan profesinya sebagai psikolog sekolah (school psychologist) selama lebih dari tiga puluh tahun. Dari berbagai kasus yang ditanganinya dan juga kasus-kasus lain yang diamatinya, dia mengungkapkan tentang sekolah berbahaya yang ditandai dengan adanya sejumlah kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment) di kelas.
Yang menjadi pusat perhatian tentang kesalahan perlakuan fisik di kelas yaitu berkenaan dengan pemberian hukuman fisik (corporal punishment) oleh guru terhadap siswanya. Banyak ragam tindakan pemberian hukuman fisik yang ditemukan, mulai dari menyuruh siswa melakukan push-up sampai dengan tindakan pemukulan, biasanya dengan dalih pendisiplinan. Tindakan hukuman fisik ternyata tidak hanya menimbulkan rasa sakit secara fisik tetapi juga dapat menyebabkan gangguan stress traumatik (posttraumatic stress disorder), dan masalah-masalah emosional bagi yang mengalaminya. Dalam beberapa kasus, tindakan hukuman fisik pun telah menimbulkan berbagai pengaduan (complain) dari para orang tua, bahkan sampai dengan menyeret pelakunya ke pengadilan.
Selain mengungkap tentang kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment), Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook juga mengungkapkan tentang adanya kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), yang meliputi :
  1. Pendisiplinan dan teknik pengawasan berdasarkan ketakutan dan intimidasi.
  2. Rendahnya jumlah interaksi humanis, yakni guru kurang menunjukkan perhatian, kepedulian dan kasih sayang dalam berkomunikasi dengan siswanya sehingga siswa menjadi terabaikan, terkucilkan dan tertolak.
  3. Kesempatan yang terbatas bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan dan rasa kehormatan dirinya (feelings of self- worth) secara memadai.
  4. Menciptakan sikap ketergantungan dan kepatuhan, justru pada saat siswa sebenarnya mampu untuk mengambil keputusannya secara mandiri.
  5. Teknik pemotivasian kinerja siswa dengan banyak mencela, tuntutan yang berlebihan, tidak rasional, serta mengabaikan tingkat usia dan kemampuan siswa.
  6. Penolakan terhadap kesempatan pengambilan resiko yang sehat (healthy risk) taking), seperti : penolakan pengeksplorasian gagasan siswa yang tidak lazim dan tidak sesuai dengan pemikiran gurunya.
  7. Ungkapan kata-kata kasar, mengejek, penghinaan dan pencemaran nama baik.
  8. Mengkambinghitamkan dan menggertak
  9. Kegagalan dalam mengatasi suasana ketika ada siswa yang diolok-olok, dicemarkan nama baiknya, dan dijadikan kambing hitam oleh teman-temannya.
Kedua bentuk kesalahan perlakuan tersebut pada dasarnya telah mengabaikan keadilan dan demokrasi dalam pendidikan. Oleh karena itu, Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook memandang perlunya upaya untuk menciptakan iklim sekolah yang sehat dan kehidupan yang demokratis di sekolah.
Kalau Irwin A. Hyman & Pamela A. Snook memaparkan sekolah berbahaya dengan ciri-ciri seperti di atas, lantas bagaimana dengan sekolah-sekolah di Indonesia saat ini ?
Sumber :
Pamela A. Snook. 1999. Dangerous School; What We Can Do About the Physical and Emotional Abuse of Our Children. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher

No comments:

Post a Comment

bali

bali